Tim 9 dan Perusahaan Memicu Penolakan Masyarakat UPT Tambak Sari

oleh -133 views

Sumbawa NTB, (AD) Beberapa tahun lamanya, PT. SAJ tidak beroperasi karena failid. Pengalihan hak aset pada PT. Bumi Harapan Jaya (BHJ). Kemudian, pihak perusahaan PT. Bumi Harapan Jaya (BHJ) melobi Pemda Sumbawa Barat.

Dari lobi tersebut mendapat hasil, sepakat lanjutkan investasi. Lalu, pikirkan bentuk jalan keluarnya. Akhirnya, bentuk Tim 9 yang terdiri dari tokoh masyarakat, sebanyak 9 orang.

Tim 9 juga di Akta Notariskan di Sumbawa Besar. Tim 9 itulah yang bekerja kelabui dan menjebak warga Transmigrasi agar tidak menuntut ganti rugi.

Konflik lahan kian panas, warga masyarakat kawasan Seteluk, Tambak Sari dan Senayan, merasa geram dan emosi kian tinggi.

Pasalnya, tim 9 itu ada dilegalkan oleh sala satu notaris di Sumbawa. Tentu Tim 9 meminta dilegalkan karena dipesan oleh sal satu pihak antara Pemerintah Daerah dan/atau perusahaan. Karena sejak awal tak mengerti masyarakat, siapa yang bentuk tim 9 (sembilan) untuk meneruskan investasi perusahaan PT. SAJ yang failid dan tak bisa lanjutkan investasi kelola tambak selama puluhan tahun tersebut.

Ternyata, usut punya usut, hasil jejak pendapat dan investigasi warga masyarakat. Ternyata, Tim 9 (sembilan) dibentuk atas permintaan pemerintah daerah Sumbawa Barat (Pemda KSB) untuk meneruskan investasi budidaya tambak udang atas nama perusahaan PT. Bumi Harapan Jaya (BHJ).

“Tim 9 itulah yang bekerja negosiasi minta persetujuan masyarakat. Karena terdesak masa tenggang acuan lelang oleh PUPN, tiba – tiba PT. Bumi Harapan Jaya (BHJ) membagikan uang ke warga masyarakat transmigrasi masing – masing senilai 1 juta sebagai dana masa tunggu dan uang itu tidak jelas dari mana sumbernya.” ungkap Rustam Ketua Komunitas TIR Trans Seteluk Tambak Sari Poto Tano Kab. Sumbawa Barat.

Setelah berjalan isu konflik lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang berlokasi di Desa Senayan dan Desa Tambak Sari, Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat dalam beberapa puluh tahun ini, sejak 2002 hingga 2022, hingga kini belum ditemukan solusi yang baik. Keberadaan perusahaan masih ngotot.

“Tim 9 (sembilan) ini juga yang meminta warga TIR Trans tanda tangan di atas kertas kosong tanpa keterangan apapun. Sambil berikan uang 1 juta masa tunggu, sambil tanda tangan di atas kertas kosong. Pengertian masa tunggu ini saja, masyarakat enggak mengerti.

Hal itu dilakukan tim 9 saat itu. Akhirnya, tanda tangan itulah yang dipakai untuk klaim Lahan Usaha (LU} masyarakat sebagai bentuk sikap setuju investasi PT. Bumi Harapan Jaya (BHJ) masuk kembali lanjutkan usaha PT. SAJ yang terhenti akibat failid.” kata Zainal Abidin, Warga Komunitas TIR Trans UPT Tambak Sari Poto Tano yang sudah 22 tahun berjuang.

Tim 9 (sembilan) yang dinotariskan itu merupakan perpanjangan tangan Pemda Sumbawa Barat dan Perusahaan PT. Bumi Harapan Jaya (BHJ) untuk lanjutkan kerjasama investasi pengelolaan tambak udang, dimana Lahan Usaha, tanah pekarangan rumah 5 are dan 50 are Lahan Usaha masing – masing 364 Kepala Keluarga ikut diklaim oleh PT. Bumi Harapan Jaya (BHJ). Hal tersebut terjadi, karena tim 9 (sembilan) mampu menjebak masyarakat dengan dana 1juta sebagai uang masa tunggu.

“Uang 1 juta Rupiah itu sebagai uang masa tunggu. Masyarakat tidak berikan informasi asal usul dana tersebut. Hanya bilang masa tunggu. Tapi ternyata kuasai lahan usaha masyarakat sehingga banyak Warga Masyarakat TIR Trans yang curiga dengan maksud perusahaan untuk menjebak masyarakat sebagai kompensasi dan/atau uang masa tunggu dan/atau pembayaran tanah, sehingga sebagian besar masyarakat transmigrasi menolak pemberian yang dilakukan tim 9 (Sembilan) waktu itu.” ungkap Zainuddin, Warga Komunitas TIR Trans UPT Tambak Sari Poto Tano yang sudah 22 tahun berjuang.

Hasil investigasi lapangan pada 20 Februari 2022, bahwa sumber uang berasal dari PT. Bumi Harapan Jaya (BHJ) yang membiayai tim 9 (Sembilan). Dana perusahaan juga, ada dugaan mengalir ke kantong Pejabat Kabupaten Sumbawa Barat. Sebenarnya, jumlah dana yang harus terima oleh warga TIR Trans bukan 1 juta. Tetapi, ada dugaan dana yang lebih besar seharusnya diterima masyarakat. Karena Warga TIR Trans terkesan dibohongi, sebagai penerima uang hanya bertanda tangan di atas kertas kosong tanpa berita acara apapun dan tanpa kata kalimat apapun dalam surat saat tanda tangan itu dilakukan.

Keterangan beberapa sumber, dugaan paling kuat atas kerjasama investasi itu, yakni; pertama, dugaan PT. Bumi Harapan Jaya (BHJ) membeli Lahan Usaha warga TIR Trans masyarakat dengan dokumen surat Sertifikat Hak Milik (SHM) terdiri dari 5 are pekarangan rumah dan 50 are Lahan Usaha, melalui pemberian uang 1.000.000 rupiah sebagai alasan uang masa tunggu; Kedua, dugaan PT. SAJ menjual Lahan Usaha (LU) tambak warga TIR Trans masyarakat transmigrasi kepada PT. BHJ dengan klaim sepihak sebagai aset perusahaan yang terdiri dari sertifikat hak milik lahan masyarakat.

Ketiga, dugaan PT. SAJ melelang Lahan Usaha (LU) milik warga TIR Trans masyarakat Tambak Sari kepada Bank Harfa. Kemudian PT. SAJ tidak bisa bayar karena failid. Lalu Bank Harfa menyita aset PT. SAJ. Untuk menutupi hutang, lalu PT. Bank Harfa umumkan lelang penjualan Lahan Usaha (LU) 50 area dan 5 are Lahan pekarangan rumah sebanyak 364 Kepala Keluarga disertai Sertifikat Hak Milik (SHM). Kemudian, PT. BHJ pemenang lelang. Kemudian, seluruh dokumen diambil alih oleh PT. BHJ.

Kemudian, PT. BHJ bersama Pejabat Kabupaten Sumbawa Barat bertemu bicarakan hal tersebut. Terlebih dahulu pihak PT. BHJ datang ke Kabupaten Sumbawa Barat. Kemudian tindak lanjut pertemuan di Jakarta. Hasil pertemuan, pihak Pemerintah Daerah membentuk Tim 9 (Sembilan) untuk melakukan berbagai pendekatan kepada masyarakat. Termasuk memikirkan strategi menjinakkan langsung masyarakat saat itu.

Menurut Yuyun Komalasari Warga Komunitas TIR Trans UPT Tambak Sari Poto Tano merupakan saksi sejarah sejak tanah itu ditetapkan Lahan Usaha Masyarakat Transmigrasi hingga sekarang, bahwa setelah lahan dikuasai PT. Bumi Harapan Jaya (BHJ), kegiatan budidaya udang dengan merekrut tenaga pekerja lokal. Sementara plasma (kemitraan) yang lama tidak di libatkan dalam kegiatan usaha budidaya. Berarti tidak semua masyarakat transmigrasi yang di pekerjakan oleh PT. Bumi Harapan Jaya (BHJ).” kata Yuyun kepada tim investigasi.

Lebih lanjut, Yuyun (20/02/2022) ungkapkan kongkalikong PT. SAJ dengan PT. Bumi Harapan Jaya (BHJ) membuat masyarakat semakin geram. Apalagi dilindungi oleh pejabat Kabupaten Sumbawa Barat atas nama investasi. Tambah diberikan izin operasional tahun 2015 untuk kelola Lahan Usaha tersebut. Masyarakat juga curiga bahwa PT.SAJ, PT.BHJ dan PT. Bank Harfa masih bernaung satu atap. Termasuk mengatur pemenang lelang KPKNL Bima. Ternyata ini kongkalikong paling besar untuk menjajah dan menguasai rakyat Tambak Sari Poto Tano KSB.” keterangan Yuyun saat diwawancara di Tambak Sari Poto Tano Sumbawa Barat.

Masyarakat transmigrasi sebagai pemilik lahan resmi sejak itulah masyarakat trans mulai bereaksi dan melakukan perlawanan dengan melaporkan hal ini kepada Pemerintah Daerah dan DPRD Sumbawa Barat. Bahkan melaporkan ke kantor Wilayah Transmigrasi NTB di Mataram. Laporan masyarakat ini, berkeinginan agar dimediasi oleh pemerintah daerah. Namun, malah masyarakat tidak pernah di ajak musyawarah. Secara tiba – tiba Bupati KSB melalui Sekda Pemda Sumbawa Barat keluarkan surat bernomor: 560/Nakertrans/2021 yang tujukan kepada Ketua Komunitas TIR Trans yang menjelaskan surat tersebut berdasarkan hasil audiensi dan mediasi bersama DPRD Sumbawa. Padahal tidak pernah dilakukan mediasi.

Surat Sekretaris Daerah atas nama Bupati Sumbawa Barat tersebut, jelaskan juga soal kronologis Lahan Usaha TIR Trans. Dalam surat sangat bertentangan alur sejarah lahan transmigrasi. Awal surat menjelaskan bahwa Lahan tersebut sebelum masuk transmigrasi sudah milik perusahaan PT. SAJ sebelum tahun 1997. Namun, dipertengahan isi surat jelaskan juga bahwa PT. SAJ masuk tahun 1999 – 2001. Hanya 3 tahun beroperasi. Artinya, penjelasan itu tidak serta merta valid dan kontradiksi antara tahun masuknya transmigrasi dengan tahun mulai operasi perusahaan petambak tersebut.

Surat Sekretaris Daerah atas nama Bupati Sumbawa Barat tersebut, dinilai ada upaya pengaburan alur atas hak Lahan Usaha masyarakat. Penjelasan diawal bahwa PT. SAJ memiliki Sertifikat Hak Milik yang berasal dari PT. Mente Indonesia. Tetapi, diakhir surat jelaskan juga bahwa pemerintah melalui Kemendes PDT dan BPN terbitkan juga sertifikat atas nama masyarakat.

Bersumber dari surat Sekretaris Daerah atas nama Bupati Sumbawa Barat, yang kontradiktif tersebut, membuat masyarakat terus bertanya dan mencari keadilan. Pasalnya, Tim 9 dan perusahaan bekerjasama membohongi warga TIR Transmigrasi sehingga memicu penolakan warga masyarakat UPT Tambak Sari.

“Perjuangan warga masyarakat UPT Tambak Sari hingga ke Jakarta menemui Presiden Republik Indonesia melalui Kantor Staff Kepresidenan. Hal itu, dilakukan berbagai cara dan upaya lakukan perlawanan. Masyarakat hingga kini tetap lakukan upaya untuk menguasai kembali lahannya yang diambil oleh PT. SAJ, PT. BHJ dan Bank Harfa yang berkonspirasi dengan pejabat pemerintah daerah Sumbawa Barat dan tim 9.” kata Akbar, Warga Komunitas TIR Trans UPT Tambak Sari Poto Tano yang sudah 22 tahun berjuang hingga kini.

Kedepan, mestinya pemerintah merespon warga masyarakat secara baik dan benar. Dahulukan kepentingan rakyat dari pada melindungi korporasi yang merusak lahan usaha masyarakat. Terkait, masalah konflik agraria ini, pemerintah daerah sangat lemah dalam mengambil kebijakan dan melindungi rakyatnya.

“Dalam keadaan seperti ini, masyarakat trans akan melawan siapapun yang mencoba ambil lahan usaha masyarakat. Termasuk, ilegal investasi budidaya tambak udang karena ijin operasional sendiri dianggap tidak tepat dan wanprestasi dari pemerintah daerah.” ujar Irwansyah, Warga Komunitas TIR Trans UPT Tambak Sari Poto Tano yang sudah 22 tahun berjuang hingga kini.

“Masyarakat Tambak Sari butuh solusi, bahkan kecewa berat karena Bupati Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) yang ternyata tidak mengindahkan surat Perintah dari Dirjen Pengembangan Kawasan Transmigrasi Pusat NO. B.109/DPDTT/DPK Trans 01/2017 untuk kembalikan lahan tersebut kepada masyarakat transmigrasi Tambak Sari.” tutup Irwansyah.[]

Redaksi