Larangan Mudik Antar Kabupaten di Aceh Berubah, Kini Berlaku Zona

oleh -460 views
oleh
Larangan Mudik
Pemerintahan Jokowi larang umat Islam untuk Mudik. Foto: Harian Bhirawa

Larangan Mudik Antar Kabupaten di Aceh Berubah, Kini Berlaku Zona

Banda Aceh (AD) – Larangan mudik sudah berlangsung dua tahun . Keputusan Pemerintah melarang mudik sangat melukai hati umat Islam. Larangan tersebut anehnya direspon penuh oleh Pemerintah Aceh dengan melarang Angkutan Umum Antar Kota dalam Provinsi (AKDP) untuk beroperasi pada periode libur lebaran. Meski demikian, pemerintah memperbolehkan pergerakan orang antar kabupaten/kota dalam wilayah aglomerasi, serta memperbolehkan angkutan perintis ke kepulauan untuk tetap beroperasi seperti biasa.

Aturan itu termuat dalam Surat Edaran Gubernur Aceh Nomor:440/8833 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Idul Fitri 1442 Hijriah Dalam Rangka Penyebaran Covid-19. Dalam edaran yang diteken gubernur itu, dikatakan bahwa cakupan wilayah aglomerasi yang digunakan untuk pembatasan pergerakan orang adalah Aceh Trade and Distribution Centre (ATDC) berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRWA).

Kepala Dinas Perhubungan Aceh, Junaidi melalui Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), Deddy Lesmana, mengatakan ada enam zona atau wilayah aglomerasi di Aceh yang masih diperbolehkan dilayani oleh angkutan umum. Pertama adalah Zona Pusat yaitu Sabang, Banda Aceh, Aceh Besar dan Pidie. Untuk  Zona Utara adalah Pidie Jaya, Bireuen, Lhokseumawe, Aceh Utara, Aceh Tengah, dan Bener Meriah. Di Zona Timur ada Aceh Timur, Langsa, dan Aceh Tamiang dan Zona Tenggara, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Subulussalam dan Singkil. Selanjutnya adalah Zona Selatan yaitu Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, & Simeulue, Zona Barat di Aceh Barat, Nagan Raya, dan Aceh Jaya.

BACA..  Polantas Aceh Bagikan 100 Takjil Setiap Hari Selama Ramadan

“Untuk perjalanan transportasi darat baik pribadi maupun umum dalam satu wilayah aglomerasi dan perjalanan kapal penumpang serta kapal motor penyeberangan tidak diwajibkan untuk menunjukkan surat hasi) tes RT PCR/rapid test antigen/tes GeNose C19 sebagai syarat perjalanan namun akan dilakukan test acak apabila diperlukan oleh Satuan Tugas Penanganan Covid 19 Kabupaten/Kota se Aceh dalam Provinsi Aceh,” kata Deddy, mengutip Surat Edaran Gubernur tertanggal 5 Mei tersebut.

Gubernur dalam Edaran tersebut, kata Deddy, berpesan agar pelaksanaan pemeriksaan pergerakan orang di wilayah yang diperbolehkan itu wajib mengikuti protokol kesehatan. Untuk lokasi pemeriksaan terhadap pengendalian transportasi selama masa peniadaan mudik dilakukan selama 24 jam dengan pengaturan regu berdasarkan keputusan ketua satuan tugas Covid 19 pada wilayah aglomerasi Aceh.

Arahan kepada Bupati dan Wali Kota

Selain itu, Deddy menambahkan bahwa Gubernur telah meminta agar Bupati Aceh Tamiang, Bupati Aceh Singkil, Bupati Aceh Tenggara dan Walikota Subulussalam untuk melakukan pengetatan mobilitas pelaku perjalanan darat antar Provinsi pada periode menjelang masa peniadaan mudik pada tanggal 22 April – 5 Mei 2021 dan pasca masa peniadaan mudik yang berlaku tanggal 18 Mei – 24 Mei 2021.

BACA..  Wakapolda Aceh Pimpin Delegasi ke Camp Rohingya di Cox Bazar

Pengendalian transportasi itu berupa larangan penggunaan atau pengoperasian sarana transportasi darat antar Provinsi yang digunakan untuk kepentingan mudik dan tidak mengizinkan orang masuk dan keluar perbatasan Aceh yang berlaku tanggal 6 Mei sampai dengan tanggal 17 Mei 2021.

Namun demikian larangan penggunaan transportasi darat antar Provinsi pada masa peniadaan mudik dikecualikan untu Kendaraan pimpinan lembaga tinggi negara, kendaraan dinas operasional dengan tanda nomor kendaraan bermotor dinas Aparatur Sipil Negara, dan kendaraan dinas TNI/Polri yang digunakan untuk melakukan dinas.

Pengecualian juga diberikan kepada kendaraan dinas operasional petugas jalan tol, kendaraan pemadam kebakaran, ambulan, dan mobil jenazah, mobil barang dengan tidak membawa penumpang, kendaraan pengangkut obat obatan dan alat Kesehatan dan kendaraan yang digunakan untuk keperluan mendesak untuk kepentingan nonmudik. Kategori ini berupa kendaraan untuk bekerja atau perjalanan dinas, kunjungan keluarga sakit, kunjungan duka anggota keluarga meninggal, ibu hamil yang didampingi oleh satu anggota keluarga, kepentingan persalinan yang didampingi paling banyak dua orang, dan pelayanan Kesehatan darurat atau kepentingan nonmudik tertentu lainnya yang dilengkapi surat keterangan dari kepala desa/lurah setempat.

Kendaraan yang mengangkut repatriasi pekerja migran Indonesia,warga negara Indonesia terlantar dan pelajar/mahasiswa yang berada di luar negeri, serta pemulangan orang dengan alasan khusus oleh Pemerintah sampai ke daerah asal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan juga diperbolehkan melintas.

BACA..  Fadlon : Keberhasilan Diracik dari Ikhtiar dan Kerja Keras

Sementara itu, Wali Kota Banda Aceh, Wali Kota Sabang, Bupati Aceh Besar, Bupati Aceh Barat, Bupati Aceh Jaya, Bupati Aceh Selatan, Bupati Aceh Singkil dan Bupati Simeulue diminta untuk melakukan pembatasan mobilitas pelaku perjalanan angkutan penyeberangan dan angkutan laut selama periode libur lebaran Idul Fitri.

Para bupati dan wali kota di daerah-daerah tersebut diminta melakukan pengetatan mobilitas pelaku perjalanan pada periode menjelang masa peniadaan mudik yang berlaku tanggal 22 April sampai dan pasca masa peniadaan mudik yang berlaku tanggal 18 Mei sampai dengan tanggal 24 Mei.

“Melakukan pengendalian transportasi selama Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah melalui larangan penggunaan atau pengoperasian sarana transportasi antar Kabupaten/Kota dalam Provinsi yang digunakan untuk kepentingan mudik dan tidak mengizinkan orang masuk dan keluar pada kawasan Kabupaten/Kota yang berlaku tanggal 6 Mei sampai dengan tanggal 17 Mei 2021,” demikian seperti tertulis dalam edaran tersebut.

Sementara untuk angkutan perintis dan daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan seperti ke kepulauan seperti ke Sabang, Simeulue, Pulo Aceh, Pulau Banyak hanya diizinkan untuk mengangkut penumpang dengan pembatasan 50 persen dari kapasitas muat penumpang dan menerapkan pengetatan protokol kesehatan selama perjalanan. [MBU]